• Hari ke 11 di WAMENA


    Bersyukur akhirnya ikut terlibat di pelayanan di Kota ini. Kota yang sejuk dengan pemandangan yang membuat berhenti bernafas sejenak (sangking indahnya ato sangking dinginnya yah hehehe beda tipis bo).
    Semakin menyadari kalau Indonesia kadang melupakan saudara kandung kita ini, jangankan pemerintah, kita sendiri (ngaku ngaku, saya juga donk) ajaib kalau mendoakan kota ataupun provinsi Papua ini.
    Miris sekali waktu adik didik cerita kalau dikampung, mereka menggunakan deterjen sebagai sabun sekaligus shampo, itu sudah dianggap kemajuan dari sbelumnya g ada sama sekali.
    Mereka juga g ngerti kalau sinetron di TV hanya sandiwara (baca : tipu-tipu) bukan kenyataan.
    Kemarin waktu menjawab pertanyaan Matematika mengenai pembagian, mereka tidak bisa menjawab dengan benar, pikirku inikan pembagian 5 jadi gampang hitungnya dan baru tadilah kutahu jawabannya, ternyata o ternyata di kampung mereka tidak diajarkan Matematika dan Bahasa Inggris (kecuali misionaris yang ngajarin) dan hebatnya salah satu anak ngomong gini : guru tidak mau mengajar karena jauh (setelah 5 jam naik mobil plus 4 jam jalan kaki) tapi cuma mau gaji saja.
    Ah miris sekali mendengarnya semoga kehadiranku disini yang awalnya menggebu, tidak akan berakhir dengan kemirisan juga.
    Semoga ya Tuhan bantu saya dalam masa-masa ini betul betul memiliki hati bagi suku ini sehingga bisa optimal mengerjakan panggilanku ini, beri kreatifitas dan hikmat y Bapa.
    Serta ketidakcurigaan karena jujur takut juga dengan lingkungan yang unpredictable kayak gini (sudah 2 kali dengar tembak-tembakan dan kisah nyata perbuatan negatif di lingkungan kami), semoga bukan hanya pada anak-anak saya enjoy tetapi juga kepada orang dewasa karena kita semua sama adalah ciptaan Tuhan, diberkati untuk memberkati orang lain.